Posts from the ‘TAHLIL’ Category

Pendiri Sekte Wahhabi, MENDUKUNG TAHLILAN, pendapat ABU SALAFY

Pendiri Sekte Wahhabi, Ibnu Abdul Wahhab Mendukung Tahlilan ala NU

Posted on Agustus 14, 2007 by abusalafy
Kaum Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri sekte Wahabiyah, “agama” resmi Kerajaan Arab Saudi). Semangat membara-bara yang selalu mendorong para penganut sekte ini adalah memurnikan konsep Tauhid dari syirik dengan segala bentuknya dan memberantas tuntas bid’ah dan khurafat (TBC), di antaranya adalah tahlilan dan keyakinan bid’ah bahwa bacaan tahlilan (yang biasa dipraktikan warga NU) adalah termasuk praktik-praktik bid’ah yang harus diberantas! Karenanya ia sangat menarik bagi kaum awam yang tulus dan memiliki semangat keislaman dan amr ma’ruf nahi munkar tinggi tapi dangkal pemahaman agamanya! Maaf lho, itu kenyataan.

Tapi aneh bin ajaibnya imam mereka sendiri tidak seperti itu. Bacaan Al Qur’an dan dzikir itu akan sampai pahalanya kepada seorang mayyit apabila kita hadiahkan untuknya. Paling tidak itu yang Anda akan fahami ketika membaca buku beliau Ahkâm Tamanni al Mawta:75. Di antara ia menyebutkan beberapa hadis yang menegaskan hal itu, ia berkata:

Thabarani meriwayatkan dari Ibnu ‘Amr dari Nabi saw.: “Jika seorang dari kamu bersedekah sunnah hendaknya ia menjadikan pahalanya untuk kedua orang tuanya, maka bagi keduanya pahala sedekah itu dengan tanpa mengurangi pahala pensedekahnya sedikitpun.” Dailami meriwayatkan hadis serupa dari Mu’awiyah bin Hîdah. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abu ja’far bahwa Hasan dan Husain sering memerdekakan budak atas nama ayah mereka setelah kematiannya. Ia juga meriwayatkan dari Hajjaj bin Dinar dari Nabi saw.: ”Sesungguhnya kebajikan di atas kebajikan adalah engkau shalat untuk kedua orang tua kamu di samping shalat kamu dan berpuasa untuk mereka di samping puasa kamu dan bersedakah (pahalanya) untuk kedua orang tua kamu disamping sedekah kamu.”

Az Zanjâni meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi saw.: “Barang siapa masuk kuburan kemudian membaca surah Al Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan Al Hâkumut takâtsur, lalu ia mengatakan, ‘Aku jadikan pahala firman-Mu yang aku baca untuk penghuni kuburan ini dari kalangan kamu mukmin dan mukminat maka mereka kelak akan menjadi para pemberi syaf’at baginya kepada Allah -ta’ala-.”

Dan lebih dari itu, Pendiri sekte Wahabi ini mengatakan bahwa bacaan itu akan bermanfa’at bagi orang-orang mati yang kita hadiahi pahala bacaan itu. Ia meriwayatkan dari Abdul Aziz muridnya Al Khalâl (Salah seorang tokoh seniaor mazhab Hanbali, nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Harun al Khalâl, wafat tahun 311H dan dikebumikan tepat di posisi kaki Ahmad untuk mencari keberkahan) dari Anas dari Nabi saw.: “Barangsiapa masuk ke area kuburan lalu membaca surah Yasin maka Alah akan meringankan siksaan atas penguni kuburan itu dan baginya (si pembaca) pahala kebaikan sejumlah orang mati yang dikubur di dalamnya.”

Jadi ndak salah lho kalau warga NU sering menziarai kuburan sanak keluarga atau teman-temannya demi mencari pahala, mendapat para pemberi syafa’at dan guna meringankan siksa bagi penghuni kuburan itu.

Kalaupun kaum Wahabi tidak mau ziarah kubur kerabat mereka, ya mungkin karena mereka yakin bahwa kerabat mereka sudah “gagah perkasa” di alam barzakh sehingga tidak butuh lagi pertolongan dan bantuan kiriman pahala dari orang-orang hidup atau karena mereka “Pelit bin Kikir” tidak mau membantu keluarganya atau teman-temannya yang membutuhkan bantuan kiriman pahala atau karena mereka tidak butuh kepada para pemberi syafa’at di alam akhirat, sebab mereka telah merasa mempunyai karcis masuk surga tanpa bantuan apapun kecauli amal perbuatan mereka sendiri ketika hidup di dunia! Gimana ndak dijamin masuk surga! Kan surga hanya milik kaum Wahabi….? Selain mereka minggir duluu!!!! Kaum musyrikin tidak boleh dekat-dekat surga kami… mingir!! mingir!! mingir!! mingir!! mingir!! Ibnu Taimiah mau masuk surga…. Ibnu Wahhab masuk surga… Ben Baz mau kenalan sama Bidadari… Utsaimin mau bermesraan dengan Wildân (pelayan surga).

TAHLILAN MENURUT ABU YAHYA ADZAHABI BID’AH

Berikut ini kami ringkaskan hukum tahlilan dan selamatan kematian menurut madzhab syafi’i dan ulama-ulama Syafi’iyah agar dapat menjelaskan kepada kaum muslimin pada umumnya, baik karena ketidaktahuannya, ikut-ikutannya, atau karena taashub (fanatik golongan tertentu), terlebih-lebih mempertuhankan hawa nafsu diatas segala-galanya.

Sangat ironis sebenarnya, karena sebab diatas itu mereka yang masih bangga bermadzab Syafi’i, justru dalam hal tahlilan dan selamatan yang pahalanya dikirimkan kepada si mayit itu bertentangan dengan pelbagai pendapat ulama-ulama syafi’iyah termasuk Imam Syafi’i rahimahullah sendiri.

Untuk itu dalam rangka kebenaran dan saling menasehati, seperti yang firmankan oleh Allah ta’ala pada surah Qs.Al-Ashr:1-3, dan Imam Syafi’i –rahimahullah mengatakan,’ Sekiranya Allah tidak menurunkan hujjah kepada hamba-Nya kecuali surah ini, niscaya surah ini sudah cukup bagi mereka (Syarah Tsalatsatul Ushul, Syaikh al-`Utsaimin, hal.24) maka kami sampailkan ini kepada anda semua.

Pendapat Imam as-Syafi’i rahimahullah
Imam an-Nawawi rahimahullah menyebutkan didalam kitabnya, Syarah Muslim demikian:

” Adapun bacaan qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit), maka yang masyhur dalam madzab Syafi’i, tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi….sedang dalilnya Imam Syafi’i rahimahullah dan pengikut-pengikut yaitu firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan seseorang tidak akan memperoleh, melainkan pahala usahanya sendiri” dan Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda (yang artinya) “Apabila manusia telah meninggalka dunia, maka terputuslah amal usahanya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkaj dan anak saleh yang berdoa untuknya” (an-Nawawi, Syarah Muslim, 1/hal.90)

Imam an-Nawawi rahimahullah juga menyebutkan:” Adapun bacaan qur’an dan mengirimkan pahalaya untuk mayit dan mengganti shalatnya mayit dan sebagainya..menurut Imam Syafi’i dan jumhur ulama adalah tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi, dan keterangan seperti ini telah diulang-ulang oleh Imam Nawawi didalam kitabya, Syarah Muslim (as-Subuki, Takmilatul Majmu’, syarah muhadzab 10/hal.426)

Pendapat Imam al-Haitami
” Mayit, tidak boleh dibacaka apapun, berdasarkan keterangan yang mutlak dari ulama salaf, bahwa bacaan (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak dapat sampai kepadanya, sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya saja. Sedang pahala hasil amala tidak dapat dipindahkan dari amil (yang mengamalkan) perbuatan itu, berdasarkan firman Allah ta’ala (yang artinya) “Dan seseorang tidak akan memperoleh, melainkan pahala usahanya sendiri” (al-Haitami, al-Fatawa al-Kubra al-Fighiyah, 2/hal.9)

Pendapat Imam Muzami
” Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memberitahukan sebagaimana diberitakan Allah, bahwa dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri seperti hal amalya adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain dan tidak dapat dikirimka kepada orang lain (as-Syafi’i, al-Umm 7/hal.269)

Pendapat Imam al-Khazi
” Dan yang masyhur dalam madzhab syafi’i bahwa bacaan qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak dapat sampai kepada mayit yang dikirimi” (al-Khazin, al-Jamal 4/236)

Tafsir Jalalain dijelaskan :” Maka seseorang tidak memperoleh pahala sedikitpun dari hasil usaha orang lain (Tafsir Jalalain 2/197)

Tafsir Ibnu Katsir (surat An-Najm:30):
” Yakni sebagaimana dosa seseorang tidak dapat menimpa kepada orang lain, demikian juga manusia tidak dapat memperoleh pahala melainkan dari hasil amalanya sendiri, dan dari ayat yang mulin ini (ayat 39,Surah An-Najm) Imam Syaf’i dan Ulama-ulama yang mengikutinya mengambil kesimpulan, bahwa bacaan yang pahalanya dikirimkan kepada mayit adalah tidak sampai, karena bukan dari hasil usahanya sendiri. Oleh karena itu Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam tidak perna menganjurkan umatnya untuk mengamalkan (pengiriman pahala melalui bacaan), dan tidak perna memberikan bimbingan baik dengan nash maupun isyarat, dan tidak ada seorangpun (shahabat) yang mengamalkan perbuatan tersebut, jika amalan itu baik, tentu mereka lebih dahulu mengamalkanya, padalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala hanya terbatas yang ada nash-nashnya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas dan pendapat-pendapat”

Demikian diantaranya perlbagai pendapat dari kalangan ulama asy-syafi’iyah tentang hukum acara tahlila (pengiriman bacaan pahala) dimana kesimpulan yang kita peroleh bahwa perbuatan tersebut adalah bid’ah dholaalah, dan sia-sialah perbuatan mereka.

Pertayaan: :
Jika ditanyakan kepadamu, bagaimana sekiranya kita seusai tahlil berdoa “Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaa kami tadi kepada roh si fulan ?”

Jawab:
Ulama telah sepakat, bahwa pengiriman pahala bacaan itu tidak dapat sampai ke roh yang dikirimi, sebab bertentangan dengan surah An-Najm ayat 39, dan jika kita pikir dengan logika (seperti mereka berfikir juga dengan logika) maka jika kita berbuat demikian, maka bertentangan dengan hukum syar’i (sambil sebutkan dalil diatas), dan apa bisa perkara yang tidak ada tuntunannya secara syar’i dapat diterima amalannya ? dan kalaulah itu baik tentu para shahabat telah mendahului kita mengamalkannya, dan sayangnya para shahabat tidak ada yang merngerjakannya.

Ikhwani fillah, silahkan mengutip tulisan ini dengan tetap mencantumkan sumber pengambilannya (http://antibidah.org)

__._,_.___

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu